REVIEW
HASIL PENELITIAN (JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN)
JPPP,
Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2007)
Tugas Landasan Pendidikan Oleh Nuruddin
- JUDUL : Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Dan Strategi Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII C SMP Negeri 1 Sukasada Oleh Nyoman Subratha Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Undiksha
- Pendahuluan
Salah satu tujuan pelajaran IPA (fisika) di SMP (Puskur Balitbang
Depdiknas, 2002) adalah agar siswa menguasai berbagai konsep dan prinsip IPA
(fisika) untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri
sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai bekal untuk
melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Pengajaran fisika di SMP
juga dimaksudkan untuk pembentukan sikap yang positif terhadap fisika, yaitu
merasa tertarik untuk mempelajari fisika lebih lanjut karena merasakan
keindahan dalam keteraturan perilaku alam serta kemampuan fisika dalam
menjelaskan berbagai peristiwa alam dan penerapan fisika dalam teknologi
(Puskur Balitbang Depdiknas, 2002).
Pernyataan ini mengandung makna bahwa selain untuk kepentingan penerapan
dalam kehidupan penerapan sehari-hari dan teknologi, penguasaan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip fisika pada kelas-kelas awal (kelas VII) di SMP merupakan
persyaratan keberhasilan belajar fisika dan meningkatnya minat siswa terhadap
fisika pada kelas-kelas selanjutnya (Nur, 2003:9).
Bertolak dari pandangan ini, guru-guru pengajar fisika di kelas
awal memiliki peran yang sangat strategis. Mereka dituntut membantu siswa untuk
mendapat pemahaman yang baik terhadap konsep-konsep dan prinsip fisika untuk
memudahkan mereka mempelajari fisika di kelas yang lebih tinggi. Disamping itu
pengajar di kelas-kelas awal diarapkan dapat menumbuhkan sikap positif terhadap
fisika serta membangkitkan minat mereka
terhadap fisika. Ini berarti proses pembelajaran fisika yang dilakukan guru
hendaknya memungkinkan terjadinya pengembangan pemahaman konsep, sikap, dan
meningkatkan minat siswa terhadap fisika.
Dari refleksi, pengamatan dan wawancara tersebut disimpulkan bahwa
kualitas proses dan hasil pembelajaran fisika yang dilaksanakan saat ini di kelas
VII relatif masih rendah. Hal ini ternyata juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Rendahnya kualitas proses dan hasil belajar siswa kelas VII ditunjukan oleh
fakta sebagai berikut. (1) Siswa cendrung tidak menunjukan minat yang baik
terhadap pembelajaran fisika. Motivasi belajar mereka sangat rendah, (2)
Dilihat dari hasil belajar yang ditunjukan oleh hasil tes formatif, rata-rata
hasil tes formatif masih tergolong rendah. Untuk kelas VII yang diamati
rata-rata hasil tes formatif dalam tiga kali tes masing-masing adalah 4,5; 5,6;
dan 5,4 (dikutif dari daftar nilai siswa kelas VII tahun 2006) , (3) Wawancara
dengan lima orang siswa yang diambil secara random menunjukkan bahwa pemahaman
siswa terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip penting sangat rendah. Siswa
cendrung belajar dengan hanya menghafal rumus-rumus tanpa memahami maknanya.
Demikian pula kemampuan mereka untuk menyelesaikan permasalahan atau soal-soal secara
umum sangat rendah, dan (4) Pemahaman terhadap cara siswa menyelesaikan
soal-soal uraian menunjukan bahwa mereka tidak memiliki kemampuan menyelesaikan
soal-soal secara sistematis (yakni
visualisasi masalah, mendeskripsikan dalam deskripsi fisika, merencanakan
solusi,menyelesaikan solusi, dan mencek solusi). Mereka menyelesaikan soal-soal
dengan cara trial and error dengan mencocokan soal-soal dengan rumus- rumus
yangdihafalkannya.
Rendahnya kualitas proses dan hasil belajar yang ditunjukan oleh
fakta-fakta di atas, dua orang guru fisika kelas VII dan dosen LPTK melakukan diskusi
untuk mengidentifikasi penyebab permasalahan tersebut. Dari diskusi tersebut
terungkap beberapa faktor-faktor yang dipandang sebagai penyebab masalah adalah
seperti berikut. (1) Metode pembelajaran yang digunakan guru sangat monotun.
Metode ceramah merupakan metode yang secara konsisten digunakan oleh guru
dengan urutan menjelaskan, memberi contoh, latihan, dan kerja rumah. Tidak ada
variasi metode pembelajaran yang dilakukan guru berdasarkan karakteristik
materi pelajaran yang diajarkannya, (2) Guru jarang sekali memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berintraksi dengan teman sejawat atau dengan guru
dalam upaya mengembangkan pemahaman
konsep-konsep dan prinsip-prinsip penting. (3) Pengajaran yang dilakukan oleh
guru lebih menekankan pada manipulasi matematis, mereka mulai dengan difinisi
konsep, kemudian menyataka nnyadengan matematis. Hal ini teramati pula dari
catatan-catatan fisika siswa yang tidak jauh berbeda dengan catatan matematik,
karena isinya hanya kumpulan rumus-rumus fisika. (4) Guru tidak memahami metode
penyelesaian soal-soal secara sistematis. Ketika mengajarkan pemecahan masalah,
guru tidak mulai dengan menganalisis masalah, tidak mendeskripsikannya dalam
deskripsi fisika, tidak berusaha untuk mengambarkannya dalam diagram-diagram,
namun lebih menekan pada pencocokan soal-soal dengan rumus yang dihafalkan. (5)
Guru lebih tertarik pada jawaban siswa yang benar tanpa menganalisis
kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dan prosedur penyelesaiannya.
Akar masalah yang
teridentifikasi di atas ada yang bersifat given. Hal ini memerlukan
perubahan-perubahan kebijakan yang berada di luar kewenangan guru. Disatu pihak
terdapat akar permasalahan yang dapat diatasi dalam batas kewenangan, komitmen
dan tanggungjawab guru. Akar- akar permasalahan tersebut adalah yang terkait
dengan minat dan motivasi siswa, penggunaan pendekatan, dan strategi
pembelajaran yang dilakukan guru, cara mengaktifkan siswa dan strategi
pemecahan masalah.
Dilihat dari karakteristik siswa yang rata-rata memiliki latar
belakang pengetahuan yang relatif rendah, perlu dikembangkan model pembelajaran
yang memungkinkan terjadinya sering pengetahuan antara teman sejawat dan antar
siswa dan guru. Siswa perlu diberikan kesempatan untuk belajar secara intraktif
kerjasama dengan teman dalam mengembangkan pemahaman terhadap konsep-konsep dan
prinsip-prinsip penting. Model pembelajaran yang mendukung masalah ini adalah
pembelajaran kooperatif (Ibrahim,M. & Nur, 2002:18).
Latihan-latihan menggunakan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pada
berbagai persoalan perlu dilakukan secara bertahap. Oleh karena itu, metode pemecahan masalah secara sistematis yang
terdiri dari: visualisasi masalah, mendeskripsikan masalah kedalam deskripsi
fisika, merencanakan solusi, menyelesaikan solusi, dan mencek solusi sangat
penting dilatihkan. Metode ini sangat diperlukan bukan hanya dalam
menyelesaikan soal-soal uraian, tetapi juga dalam menyelesaikan soal-soal
pilihan ganda, metoda ini tidak ditulis, tetapi tetap berlangsung dalam pikiran
siswa. Bila metode penyelesaian soal secara sistematis ini dilatihkan secara
terus menerus, maka ketika berhadapan dengan soal, siswa dengan cepat dapat
mengidentifikasi konsep apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal tersebut
dan rumus mana yang terkait dengan
konsep tersebut (Heller, Keith, & Handerson, 1992).
Bertolak dari karakteristik masalah dan akar masalah yang perlu
diatasi tampaknya penetapan model
pembelajaran yang berfokus pada pengembangan pemahaman konsep,
pengembangan intraksi kelompok dan kerjasama, dan latihan memecahkan masalah
merupakan pilihan yang terbaik. Model pembelajaran yang memenuhi kriteria ini
adalah model pengajaran koopratif (cooperative learning) yang dipadukan
dengan pemecahan masalah (problem solving) secara sistematis.
Bertolak dari permasalahan, akar masalah dan usulan pemecahan masalah
yang diuraikan di atas, maka permasalahan penelitian tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut. (1) Apakah
penerapan pembelajaran kooperatif dan
strategi pemecahan masalah dapat meningkatkan intraksi siswa dalam pembelajaran fisika? (2) Apakah penerapan
pembelajaran kooperatif dan strategi pemecahan masalah dapat meningkatkan hasil
belajar fisika siswa?
Secara oprasional tingkat intraksi siswa dalam kelas adalah skor
yang diperoleh siswa dalam
kegiatan-kegiatan diskusi dan bertanya. Hasil belajar yang dimaksud adalah
menyangkut hasil belajar dalam aspek kognitif ,afektif, dan psikomotor. Hasil
belajar pada aspek kognitif meliputi penguasaan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip penting dan kemampuan memecahkan masalah. Hasil belajar dalam
aspek afektif meliputi aspek nilai (value), minat (interset), dan
sikap (attitude). Sedangkan hasil belajar pada aspek psikomotor adalah
skor siswa dalam melaksanakan keterampilan-keterampilan laboratorium yang
meliputi kemampuan manipulasi (manipulation), artikulasi (articulation),
dan naturalisasi (naturaliszation).
Bertolak dari rumusan masalah, maka tujuan penelitian tersebut
dapat dirumuskan sebagai berikut. (1) Meningkatkan kualitas intraksi siswa
kelas VII C dalam pembelajaran fisika. (2) Meningkatkan hasil belajar fisika
siswa kelas VII C pada tiga aspek, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor.
- Metode
Peneliti mengambil penelitian tersebut di SMP Negeri 1 Sukasada
Kecamatan Sukasada. Subjek penelitian
tersebut adalah siswa kelas VII.C SMP Negeri 1 Sukasada. Penelitian tersebut
dilakukan pada semester ganjil 2006/2007 dan berlangsung selama lima bulan
dari, yaitu mulai bulan Juni 2006 sampai dengan bulan Oktober 2006. Pelaksanaan
tindakan dilakukan oleh guru dan dosen secara team work.
Pada setiap sesi pembelajaran tahapan-tahapan yang dilakukan
meliputi pendahuluan, kegiatan inti,dan kegiatan penutup. Setelah tiga kali
pertemuan diadakan tutorial untuk melatih siswa menerapkan strategi pemecahan masalah
secara sistematis.
Data yang diperlukan dalam penelitian tersebut adalah kualitas
instraksi siswa dalam pembelajaran dan hasil belajar siswa. Untuk memperoleh
data penelitian tersebut adalah dengan teknik observasi dan teknik tes. Lembar observasi
untuk mengukur (1) aspek kualitas instraksi siswa yang meliputi berdiskusi dan
bertanya, (2) hasil belajar dalam aspek afektif, dan (3) hasil belajar dalam
aspek psikomotor. Tes digunakan untuk mengukur kualitas hasil belajar siswa dan
mengukur kemampuan memecahkan masalah (aspek kognitif).
Data hasil penelitian tersebut dianalisis menggunakan teknik
analisis data secara deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan kualitas
interaksi siswa dan kualitas hasil belajar siswa.
- Hasil
Dari hasil penelitian, peneliti dapat menyajikan hasil penelitian
tentang kualitas hasil belajar fisika siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Sukasada. Ada 5 (lima aspek) yang dinilai yakni 1)
kulaitas interaksi siswa, 2) penguasaan konsep (aspek kognitif), 3) kinerja pemecahan memcahkan masalah (aspek
kognitif), 4) keterangan fisik melaakukan lab (aspek psikomotor), 5) sikap
terhadap pembelajaran fisika (aspek afektif) dan dilakukan melalui 3
fase atau 3 siklus pelaksanaan pembelajaran. Didapat bahwa hasil pelaksanaan
pembelajaran siklus 1 menunjukkan bahwa kelima aspek yang dinilai tersebut tak
satupun siswa yang mencapai ketuntasan (belum tercapai) sementara hasil pelaksanaan pembelajaran pada siklus 2
dan siklus 3 peneliti mendapatkan hasil bahwa kelima aspek yang dinilai, siswa sudah dinyatakan tuntas (tercapai)
- Pembahasan
Dari hasil yang telah di
atas ditunjukan bahwa pembelajaran
kooperatif dan strategi pemecahan masalah secara sistematis untuk meningkatkan
capaian kualitas hasil belajar fisika siswa pada siswa kelas VIIC SMP Negeri 1 Sukasada dapat
meningkatkan hasil belajar siswa serta meningkatkan kualitas proses
pembelajaran yang ditunjukan oleh kualitas intraksi siswa. Hal ini dapat dilihat
dari hasil penelitian di atas. Kualitas hasil belajar yang diidentivikasikan
ketercapaian ketiga aspek kompetensi siswa dan kualitas proses pembelajaran
dari siklus 1 sampai siklus 3 terjadi peningkatan/
Pada siklus 1 rerata kompetensi dasar sudah mencapai kriteria keberhasilan
pada spek kognitif, aspek psikomotor dan aspek afektif. Pada siklus 2 terjadi
peningkatan ketercapaian rerata kompetensi dasar pada ketiga aspek kompetensi
dasar, demikian juga pada kualitas proses pembelajaran yang ditunjukan oleh
interaksi siswa. Pada siklus 3 juga terjadi peningkatan ketercapaian rerata
kompetensi dasar fisika siswa pada ketiga aspek yaitu: rerata aspek kognitif
mencapai 78,08, rerata aspek psikomotor mencapai 80,56 dan rerata aspek afektif
mencapai 76,81. Demikian juga kualitas intraksi siswa reratanya 78,31 yang
termasuk kualitas intraksi baik. Kalau dilihat dari ketercapai ketuntasan
klasikal dari siklus-1 sampai sik
Pada siklus-1 pencapaian ketuntasan klasikal kompetensi dasar semuanya
belum tercapai. Ketuntasan klasikal
kompetensi dasar aspek kognitif pencapaiannya 79,19 (< 85%). Aspek
psikomotor (keterampilan fisik melakukan
kerja lab) pencapaiannya 83,33 ( < 85%), dan aspek afektif (sikap terhadap
pembelajaran fisika) pencapaiannya hanya mencapai 77,78 (< 85%). Belum
tercapainya ketuntasan klasikal pada siklus-1 disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu: 1) kelompok diskusi belum bekerja secara maksimal, 2) individu-individu
anggota kelompok belum memahami tugasnya masing-masing sehinga kelompok belum
mencapai hasil yang optimal, 3) dalam mengerjakan tugas/masalah, sebagian siswa
hanya menunggu hasil pekerjaan temannya yang lebih pintar, dan 4) dalam
melakukan percobaan, siswa masih kurang percaya diri dalam merancang percobaan
maupun melakukan percobaan, dan sebagian besar siswa bersifat pasif.
Pada siklus 2 pencapaian ketuntasan klasikal kompetensi dasar pada
semua aspek telah tercapai dan juga intraksi siswa dalam bertanya dan berdiskusi
termasuk baik. Jika dibandingkan dengan pencapaian siklus-1, ternyata mengalami
peningkatan. Dari hasil observasi dan
evaluasi pada siklus 2, ternyata masih
ada beberapa hambatan yaitu: 1) belum optimalnya kinerja kelompok kecil, masih
ada siswa yang belum memahami tugas-tugas dalam pembelajaran, 2) kurang
kondusifnya pelaksanaan diskusi, dan 3) masih kurangnya kinerja pemecahan
masalah . Hal ini menunjukan masih perlu peningkatan kinerja pemecahan masalah,
yaitu dengan lebih banyak memberi pengarahan pada tugas-tugas individu dan
memotivasi kelompok untuk meningkatkan kinerjanya.
Pencapaian ketuntasan klasikal kompetensi dasar pada siklus-3,
juga telah tercapai dan demikian pula intraksi siswa dalam proses pembelajaran sudah
menunjukan kategori baik sekali. Walaupun ketuntasan klasikal kompetensi dasar
dan intraksi siswa sudah baik, tetapi masih ada beberapa kendala yang masih
perlu diatasi yaitu kinerja kelompok belum optimal, masih ada saja anggota
kelompok yang belum melakukan tugas dengan baik. Jika dibandingkan dengan
kinerja siswa pada siklus-1 dan siklus-2 , maka pada siklus-3 ini telah ada
peningkatan ke arah kinerja yang lebih baik.
- Metodelogi Penelitian
Penelitian
tersebut menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas(PTK), yaitu merupakan
rangkaian penelitian tindakan yangdilakukan secara siklik dalam rangka
memecahkan masalah sampai masalah itu terpecahkan. PTK bertujuan untuk
memperbaiki kinerja,sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak untuk
digeneralisasi.Rancangan penelitian tersebut mengacu kepada model Kemmis
danTaggart (1988) yang terdiri dari 4 (empat) tahap, yaitu perencanaan,
tindakan, pengamatan (observasi), dan refleksi. Refleksi terhadap pemberian
tindakan pada siklus I dijadikan acuan dalam merencanakan tindakan pada siklus
II dan Siklus III. Subjek penelitian tersebut adalah siswa kelas VII C SMP
Negeri 1 Sukasada. Penelitian tersebut dilakukan selama 5 bulan yaitu mulai
bulan Juni 2006 sampai dengan Oktober 2006.
Data yang diperlukan dalam penelitian tersebut adalah kualitas
instraksi siswa dalam pembelajaran dan hasil belajar siswa. Untuk memperoleh
data penelitian tersebut adalah dengan teknik observasi dan teknik tes. Lembar
observasi untuk mengukur (1) aspek kualitas instraksi siswa yang meliputi
berdiskusi dan bertanya, (2) hasil belajar dalam aspek afektif, dan (3) hasil
belajar dalam aspek psikomotor. Tes digunakan untuk mengukur kualitas hasil
belajar siswa dan mengukur kemampuan memecahkan masalah (aspek kognitif).
Data hasil penelitian tersebut dianalisis menggunakan teknik
analisis data secara deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan kualitas
interaksi siswa dan kualitas hasil belajar siswa.
- Kelebihan
Kelebihan jurnal tersebut adalah data yang diperoleh dari
penelitian dilakukan analisis data setiap kali pemberian tindakan berahir dan
analisisnya berlangsung selama peneliti berada dilokasi penelitian hingga ahir
pengumpulan data.
- Kekurangan
Kekurangan
dari jurnal penelitian tersebut adalah 1). ketidakjelasan kategori pertanyaan
dan jawaban yang diajukan oleh siswa, dalam jurnal tersebut hanya menuliskan
kategori 1-5 ( 5 aspek yang dinilai), 2) Jumlah populasi atau sampel yang
diteliti tidak dijelaskan secara detail berapa jumlahnya dalam penelitian tersebut,
sehingga kesimpulannya masih bisa di permasalahkan, 3). Kajian hasil penelitian
–penelitian sebelumnya yang relevan tidak banyak disebutkan dalam penelitian tersebut.
- Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas serta uraian sebelumnya dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut. (1) Penerapan model pembelajaran kooperatif dan
strategi pemecahan masalah dapat meningkatkan kualitas intraksi
siswa dalam pembelajaran fisika siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Sukasada. Hal
ini terlihat dari peningkatan intraksi siswa dari siklus-1 sampai dengan
siklus-3 pada penelitian tersebut. (2) Penerapan model pembelajaran kooperatif
dan strategi pemecahan masalah dapat meningkatkan capaian kompetensi dasar
fisika siswa SMP Negeri 1 Sukasada yang ditunjukan oleh adanya peningkatan
capaian ke tiga aspek kompetensi dasar (aspek kognitif, aspek psikomotor, dan
aspek afektif) dari siklus-1 sampai dengan siklus-3 pada penelitian tersebut.
- Saran-Saran
a.
Dalam merancang model
belajar siswa memecahkan masalah hendaknya langkah-langkah pemecahan masalah
betul-betul dilatihkan.
b.
Dalam menuntun siswa cara
memecahkan masalah, maka perlu penekanan- penekanan langkah-langkah dan cara
pemecahan masalah agar siswa betul- betul trampil menerapkan strategi pemecahan
masalah dalam kehidupan sehari-hari atau
kehidupan nyata.
c.
Untuk mengoptimalkan
kelompok- kelompok kecil melakukan tugas-tugas pembelajaran guru hendaknya memberikan pengarahan-pengarahan yang lebih
intensip terhadap apa yang mereka harus lakukan dalam pembelajarankepada
siswa-siswa yang dianggap belum melakukan tugasnya secara baik, hendaknya guru
mendekati siswa-siswa tersebut untuk menanyakan apa mereka telah mengerti
dengan apa yang mereka harus lakukan.
d.
Untuk meningkatkan kinerja
siswa dalam mengerjakan tugas-tugas, dicoba untuk lebih banyak lagi mengarahkan
tugas-tugas individu yang nilainya akan digunakan dalam kelompoknya, sehingga
diharapkan masing-masing siswa akan berusaha selain demi individunya juga demi kelompoknya.
e.
Untuk peneliti sebaiknya
lebih banyak menggunakan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang terkait agar kualitas
penelitiannya bisa semakin akurat.
f.
Untuk akurasi
populasi/sample, peneliti sebaiknya menentukan jumlah populasi /samplenya
g.
Untuk lebih jelasnya kategori instrumen pertanyaan
sebaiknya peneliti menentukan lebih jelas atau lebih banyak lagi kategori
pertanyaan maupun jawaban.
Daftar Rujukan
Black, P. & William, D.
1998. Asssessment and classroom learning. Asssess
Educ. 5(1). 7-74.
Collette, A. T. and
Chiappetta, E. L. 1994. Science instruction in the middle
and secondary schools.
New York: Maxmillan Publishing Company.
Gagne, R. M, Briggs, I. J.
& Wager, W. 1992. Principles of instructional
design. Fourth edition. Tokyo:
Harcourt Brace Jovanovich College Publishers.
Heller, P., Keith, R., & Andesron, S. 1992. Tecahing problem
solving through cooperative gruping. Part 1: Structure group.American Journal
of Physics. 60. N0.7.
Heller, P., & Hollabaugh. 1992. Tecahing problem solving
through cooperative gruping. Part 2: Goup versus individual problem solving. American
Journal of Physics. Vol.60. N0.7.
Ibrahum, M. & Nur, M. 2000. Pembelajaran kooperatif. Surabaya:
University Press.
Larson, G. 1991. Learning and
instruction in pre-college physical science. Physics to Day. Special
Issue. Pre-College Education.
Lee, K.W.L, and Fesham, P. 1996. A general strategy for solving
high school electrochemistry problem. International
Journal of Science Education. 18(5).
Leonard, W. J, Dufresne, R. J, & Mestre, J. P. 1996. Using
qualitative problem solving to highlight the role of conceptual knowledge in solving
problems. American Journal of Physics. 60(12).
Novak, J. & Gowin, D. 1984. Leraning how to learn.
Cambrigde: Cambrigde University Press.
Nur,
M. 2003.Pemotivasian siswa untuk belajar. Surabaya: University
Press.
Puskur, Balitbang Depdiknas.
2002.Kurikulum berbasis kompetensi. kurikulum dan hasil belajar. Kompetensi
dasar mata pelajaran fisikasekolah menengah atas dan madrasah aliyah.
Jakarta: Depdiknas.
Reif, F. & Heller, J. I. 1982. Knowledge structure and problem
solving in physics. Education Psychologist. 17.
Russell, J. M. & Chiappetta, E. L. 1981. The effects of
problem solving strategy on achievement of earth science student. Journal
Research in Science Teaching.
18(4).
Slavin, R.E. 1995. Cooperative laerning: Theory, research, and practice. Second
edition. Boston: Allyn and Bacon.
Sudjana, N. 1989. Cara belajar siswa aktif dalam proses belajar mengajar. Bandung: Sinar
Baru.
Suma, K, dan Mariawan, M.
2003. Penerapan strategi pemecahan masalah kuantitatif dan kualitatif secara
sistematis pada pembelajaran fisika dasar untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan
memecahkan masalah.
Laporan
Penelitain (Tidak dipublikasikan). Lembaga
Penelitian IKIPN
Singaraja.
Subratha, N. Suma, K. & Rapi, N. K. 2004. Pengaruh setting
belajar dan tipe masalah terhadap kinerja pemecahan masalah siswa SMAN di
kota Singaraja.Laporan Penelitian
(Tidak dipublikasikan). Lembaga Penelitian IKIPN Singaraja.
Tao, P. K. 2001. Confronting student with multiple solution to
qualitative physics probelem. Physics education. 37(2).
Van Heuvelen, A. 1991.
Overview, case study physics. American Journal of Physics.
59(20).
0 komentar:
Posting Komentar