Mata Kuliah : LANDASAN PEMBELAJARAN
Pengampu : Prof .Dr. I Nengah Suandi, M.Hum
Program Pascasarjana Jurusan Pendidikan Bahasa
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja 2012
I. PENDAHULUAN
Munculnya teori belajar humanistik tidak
dapat dilepaskan dari gerakan pendidikan humanistik yang memfokuskan diri pada
hasil afektif,belajar tentang bagaimana belajar dan belajar untuk meningkatkan
kreativitas dan potensi manusia.Teori belajar Humanistik sifatnya lebih abstrak
dan lebih mendekati bidang filsafat, teori keperibadian, dan psikoterapi dari
pada bidang kajian psikologi belajar.Teori ini sangat mementingkan isi yang
dipelajari dibanding proses belajar itu sendiri. Pendekatan humanistik ini
sendiri muncul sebagai bentuk ketidaksetujuan pada dua pandangan sebelumnya,
yaitu pandangan psikoanalisis dan behavioristik dalam menjelaskan tingkah laku
manusia. Ketidaksetujuan ini berdasarkan anggapan bahwa pandangan psikoanalisis
terlalu menunjukkan pesimisme suram serta keputusasaan sedangkan pandangan
behavioristik dianggap terlalu kaku (mekanistik), pasif, statis dan penurut dalam
proses pembelajaran .
II.
PENGERTIAN BELAJAR MENURUT TEORI HUMANISTIK
Menurut teori humanistik belajar harus
dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Teori belajar
humanistik sifatnya abstrak dan lebih mendekaji kajian filsafat. Teori ini
lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep. Dalam teori pembelajaran humanistik,
belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia. Memanusiakan manusia, yakni untuk mencapai aktualisasi
diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal.
Dal hal ini, maka teori humanistik ini bersifat eklektik ( memanfaatkan /
merangkum semua teori apapun dengan tujuan untuk memanusiakan manusia ).
Salah satu ide penting dalam teori belajar
humanistik adalah peserta didik harus mempunyai kemampuan untuk mengarahkan
sendiri perilakunya dalam belajar (self regulated learning), apa yang akan
dipelajari dan sampai tingkatan mana, kapan dan bagaimana mereka akan belajar. Peserta
didik belajar mengarahkan sekaligus memotivasi diri sendiri dalam belajar
daripada sekedar menjadi penerima pasif dalam proses belajar. Mereka juga belajar menilai kegunaan belajar itu bagi
diri mereka sendiri.
Aliran humanistik memandang belajar
sebagai sebuah proses yang terjadi dalam individu yang melibatkan seluruh
bagian atau domain yang ada yang meliputi domain kognitif, afektif dan
psikomotorik. Dengan kata lain, pendekatan humanistik menekankan pentingnya
emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh
setiap peserta didik. Untuk itu, metode pembelajaran humanistik mengarah pada
upaya untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan Guru, oleh karenanya, disarankan untuk
menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu, dan menguntungkan, kejujuran
dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran.
I.
BEBERAPA PANDANGAN AHLI PEMBELAJARAN HUMANISTIK
1.DAVID KOLB( EXPERIENTIAL
LEARNING THEORY )
Teori ini dikembangkan oleh David Kolb pada sekitar awal tahun 1980-an. Dalam teorinya, Kolb mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman. Pengetahuan dianggap sebagai perpaduan antara memahami dan mentransformasi pengalaman.
Experiential
Learninng Theory kemudian menjadi dasar model pembelajaran experiential
learning yang menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holistik dalam
proses belajar. Pengalaman kemudian mempunyai peran sentral dalam proses
belajar.
Lebih
lanjut, Kolb membagi kegiatan belajar
menjadi 4 tahap :
A.) Tahap pengamalan konkrit (Concrete Experience)
Pada tahap ini peserta didik mengalami suatu peristiwa sebagaimana adanya (hanya merasakan, melihat, dan menceritakan kembali peristiwa itu). Peserta didik belum memiliki kesadaran tentang hakikat peristiwa tersebut, apa yang sesungguhnya terjadi, dan mengapa hal itu terjadi.
B.) Tahap Pengalaman Aktif dan Reflektif (Reflection Observation)
Pada tahap ini sudah ada observasi terhadap peristiwa yang dialami, mencari jawaban, melaksanakan refleksi, mengembangkan pertanyaan- pertanyaan bagaimana peristiwa terjadi, dan mengapa terjadi.
C.) Tahap Konseptualisasi (Abstract Conseptualization)
Pada tahap ini seseorang sudah berupaya membuat sebuah abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, prosedur tentang sesuatu yang sedang menjadi objek perhatian.
D.) Tahap Eksperimentasi Aktif (Active Experimentation)
Pada tahap ini sudah ada upaya melakukan eksperimen secara aktif, dan mampu mengaplikasikan konsep, teori ke dalam situasi nyata.
A.) Tahap pengamalan konkrit (Concrete Experience)
Pada tahap ini peserta didik mengalami suatu peristiwa sebagaimana adanya (hanya merasakan, melihat, dan menceritakan kembali peristiwa itu). Peserta didik belum memiliki kesadaran tentang hakikat peristiwa tersebut, apa yang sesungguhnya terjadi, dan mengapa hal itu terjadi.
B.) Tahap Pengalaman Aktif dan Reflektif (Reflection Observation)
Pada tahap ini sudah ada observasi terhadap peristiwa yang dialami, mencari jawaban, melaksanakan refleksi, mengembangkan pertanyaan- pertanyaan bagaimana peristiwa terjadi, dan mengapa terjadi.
C.) Tahap Konseptualisasi (Abstract Conseptualization)
Pada tahap ini seseorang sudah berupaya membuat sebuah abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, prosedur tentang sesuatu yang sedang menjadi objek perhatian.
D.) Tahap Eksperimentasi Aktif (Active Experimentation)
Pada tahap ini sudah ada upaya melakukan eksperimen secara aktif, dan mampu mengaplikasikan konsep, teori ke dalam situasi nyata.
Experiential Learning
merupakan model pembelajaran yang sangat memperhatikan perbedaan atau keunikan
yang dimiliki Peserta didik, karenanya model ini memiliki tujuan untuk
mengakomodasi perbedaan dan keunikan yang dimiliki oleh masing-masing individu.
Dengan mengamati inventori gaya belajar (learning style inventory) yang
dikembangkan masing-masing Peserta didik, David Kolb mengklasifikasikan gaya
belajar Peserta didik menjadi empat
kategori sebagai berikut:
A.
Converger
Tipe Peserta didik ini lebih suka belajar jika menghadapi soal yang mempunyai jawaban tertentu. Peserta didik dengan tipe ini tidak emosional dan lebih suka menghadapi benda daripada manusia. Mereka tertarik pada ilmu pengetahuan alam dan teknik.
B. Diverger
Peserta didik tipe ini memandang sesuatu dari berbagai segi dan kemudian menghubungkannya menjadi suatu kesatuan yang utuh. Peserta didik dengan tipe ini lebih suka berhubungan dengan manusia. mereka lebih suka mendalami bahasa, kesusastraan, sejarah dan ilmu-ilmu sosial lainnya.
C. Assimilation
Peserta didik dengan gaya ini lebih tertarik pada konsep-konsep yang abstrak. Peserta didik ini tidak terlalu memperhatikan penerapan praktis dari ide-ide mereka. Bidang studi yang diminati adalah bidang keilmuan(science) dan matematika.
D.Accomodator
Peserta didik jenis ini berminat pada pengembangan konse-konsep. Peserta didik dengan tipe ini berminat pada hal-hal yang konkret dan eksperimen. Bidang studi yang sesuai untuk tipe peserta didik ini adalah lapangan usaha dan teknik sedangkan pekerjaan yang sesuai antara lain penjualan dan pemasaran.
Tipe Peserta didik ini lebih suka belajar jika menghadapi soal yang mempunyai jawaban tertentu. Peserta didik dengan tipe ini tidak emosional dan lebih suka menghadapi benda daripada manusia. Mereka tertarik pada ilmu pengetahuan alam dan teknik.
B. Diverger
Peserta didik tipe ini memandang sesuatu dari berbagai segi dan kemudian menghubungkannya menjadi suatu kesatuan yang utuh. Peserta didik dengan tipe ini lebih suka berhubungan dengan manusia. mereka lebih suka mendalami bahasa, kesusastraan, sejarah dan ilmu-ilmu sosial lainnya.
C. Assimilation
Peserta didik dengan gaya ini lebih tertarik pada konsep-konsep yang abstrak. Peserta didik ini tidak terlalu memperhatikan penerapan praktis dari ide-ide mereka. Bidang studi yang diminati adalah bidang keilmuan(science) dan matematika.
D.Accomodator
Peserta didik jenis ini berminat pada pengembangan konse-konsep. Peserta didik dengan tipe ini berminat pada hal-hal yang konkret dan eksperimen. Bidang studi yang sesuai untuk tipe peserta didik ini adalah lapangan usaha dan teknik sedangkan pekerjaan yang sesuai antara lain penjualan dan pemasaran.
Dari keempat gaya tersebut, tidak berarti
manusia ( Peserta didik ) harus
digolongkan secara permanen dalam masing-masing kategori. Menurut Kolb, belajar
merupakan suatu perkembangan yang melalui tiga fase yaitu, pengumpulan
pengetahuan (acquisition), pemusatan perhatian pada bidang tertentu
(specialization) dan menaruh minat pada bidang yang kurang diminati sehingga
muncul minat dan tujuan hidup baru. Sehingga, walaupun pada tahap awal individu
lebih dominan pada gaya belajar tertentu, namun pada proses perkembangannya
diharapkan mereka dapat mengintegrasikan semua kategori belajar.
2.
HONEY DAN MUMFORD
Pandangan tentang belajar Honey dan Mumford banyak dipengaruhi oleh Kolb. Mereka kemudian menggolongkan orang belajar menjadi empat macam golongan yaitu:
1) Kelompok aktivis
Karakteristik :
Pandangan tentang belajar Honey dan Mumford banyak dipengaruhi oleh Kolb. Mereka kemudian menggolongkan orang belajar menjadi empat macam golongan yaitu:
1) Kelompok aktivis
Karakteristik :
Ø Senang melibatkan diri
dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan untuk
meperoleh pengalaman yang baru
Ø Mudah diajak berdialog
Ø Mempunyai pemikiran
yang terbuka
Ø Menghargai pendapat orang lain
Ø Mudah percaya pada orang lain
Ø Kurang pertimbangan yang matang dalam
melangkah.
2) Kelompok reflektor
Karakteristik :
Karakteristik :
Ø Sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan
dalam mengambil keputusan
Ø Tidak mudah dipengaruhi orang lain
Ø Cenderung bersifat konservatif
3) Kelompok teoritis:
Karakteristik :
Ø Sangat kritis
Ø Suka menganalisis
Ø Selalu berpikir rasional dengan menggunakan
penalaran
Ø Segala sesuatu dikembalikan pada teori dan
konsep
Ø Tidak menyukai pendapat / penilaian yang
subyektif
Ø Tidak menyukai hal-hal yang spekulatif
Ø Mempunyai pendirian yang kuat
Ø Tidak mudah dipengaruhi orang lain
4) Kelompok pragmatis
Karakteristik :
Ø Praktis, tidak suka bertele-tele dengan suatu
teori/konsep
Ø Sesuatu berguna apabila dapat dilaksakanan/
dipraktekkan bagi kehidupan manusia
3.
HABERMAS
Menurut Habermas, proses belajar terjadi apabila terjadi interaksi antara individu dengan lingkungannya, baik lingkungan alam maupun sosial.
Ada 3 tipe belajar :
1) Belajar Teknik ( Tehnical Learning )
Yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alam secara benar. Seseorang harus menguasai pengetahuan dan ketrampilan agar dapat menguasai dan mengelola lingkungan dengan benar.Dal hal ini ilmu alam sangat diperlukan.
2) Belajar Praktis ( Practical Learning )
Yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosial ( orang-orang yang ada disekeliling ) secara baik. Bidang ilmu sosiologi, komunikasi, psikologi, antropologi dan sejenisnya sangtlah dibutuhkan dalam belajar praktis. Namun demikian tidak berarti lingkungan alam diabaikan.
3) Belajar Emansipatoris ( Emancipatory Learning)
Belajar emansipatoris menekankan pada upaya seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya. Ilmu-ilmu yang berhubungan dengan bahasa dan budaya sangat dibutuhkan. Tahap ini oleh Habermas dianggap tahap belajar yang paling tinggi, karena transformasi kultural adalah tujuan pendidikan yang tertinggi.
Menurut Habermas, proses belajar terjadi apabila terjadi interaksi antara individu dengan lingkungannya, baik lingkungan alam maupun sosial.
Ada 3 tipe belajar :
1) Belajar Teknik ( Tehnical Learning )
Yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alam secara benar. Seseorang harus menguasai pengetahuan dan ketrampilan agar dapat menguasai dan mengelola lingkungan dengan benar.Dal hal ini ilmu alam sangat diperlukan.
2) Belajar Praktis ( Practical Learning )
Yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosial ( orang-orang yang ada disekeliling ) secara baik. Bidang ilmu sosiologi, komunikasi, psikologi, antropologi dan sejenisnya sangtlah dibutuhkan dalam belajar praktis. Namun demikian tidak berarti lingkungan alam diabaikan.
3) Belajar Emansipatoris ( Emancipatory Learning)
Belajar emansipatoris menekankan pada upaya seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya. Ilmu-ilmu yang berhubungan dengan bahasa dan budaya sangat dibutuhkan. Tahap ini oleh Habermas dianggap tahap belajar yang paling tinggi, karena transformasi kultural adalah tujuan pendidikan yang tertinggi.
4.
BLOOM DAN KRATHWOHL
Pandangan ini menekankan pada apa yang harus dikuasai oleh individu ( sebagai tujuan belajar ) setelah melalui peristiwa belajar. Tujuan belajar telah dirangkum dalam tiga kawasan yang disebut Taksonomi Bloom, yakni :
1) Domain Kognitif, terdiri atas 6 tingkatan , yaitu :
a. Pengetahuan ( mengingat, menghafal )
b. Pemahaman ( menginterprestasikan )
c. Aplikasi ( menggunakan konsep untuk memecahkan masalah )
d. Analisis ( menjabarkan suatu konsep )
e. Sintesis ( menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi sebuah konsep yang utuh )
f. Evaluasi ( membandingkan nilai – nilai, ide, metode , dll )
2) Domain Psikomotor, terdiri dari 5 tingkatan, yaitu :
a. Peniruan ( menirukan gerak )
b. Penggunaan ( menggunakan konsep untuk melakukan gerak )
c. Ketepatan ( melakukan gerak dengan benar )
d. Perangkaian ( melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar )
e. Naturalisasi ( melakukan gerak secara wajar )
3) Domain afektif , terdiri dari 5 tingkatan, yaitu :
a. Pengenalan ( ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu )
b. Merespon ( aktif berpartisipasi )
c. Penghargaan ( menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu )
d. Pengorganisasian ( menghubungkan nilai yang dipercayainya )
e. Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya)
Pandangan ini menekankan pada apa yang harus dikuasai oleh individu ( sebagai tujuan belajar ) setelah melalui peristiwa belajar. Tujuan belajar telah dirangkum dalam tiga kawasan yang disebut Taksonomi Bloom, yakni :
1) Domain Kognitif, terdiri atas 6 tingkatan , yaitu :
a. Pengetahuan ( mengingat, menghafal )
b. Pemahaman ( menginterprestasikan )
c. Aplikasi ( menggunakan konsep untuk memecahkan masalah )
d. Analisis ( menjabarkan suatu konsep )
e. Sintesis ( menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi sebuah konsep yang utuh )
f. Evaluasi ( membandingkan nilai – nilai, ide, metode , dll )
2) Domain Psikomotor, terdiri dari 5 tingkatan, yaitu :
a. Peniruan ( menirukan gerak )
b. Penggunaan ( menggunakan konsep untuk melakukan gerak )
c. Ketepatan ( melakukan gerak dengan benar )
d. Perangkaian ( melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar )
e. Naturalisasi ( melakukan gerak secara wajar )
3) Domain afektif , terdiri dari 5 tingkatan, yaitu :
a. Pengenalan ( ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu )
b. Merespon ( aktif berpartisipasi )
c. Penghargaan ( menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu )
d. Pengorganisasian ( menghubungkan nilai yang dipercayainya )
e. Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya)
III.
APLIKASI TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DALAM PEMBELAJARAN
Dalam
aplikasinya pada proses pembelajaran,teori belajar humanistik cenderung
mengarahkan peserta didik untuk berfikir induktif,memntingkan pengalaman, serta
membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif .Memang secara eksplisit belum ada
pedoman baku tentang langkah langkah pembelajaran berdasarkan pendekatan
Behavioristik, namun Suciati dan Prasetya Irawan mengemukakan langkah- langkah
pembelajaran yang dapat digunakan sebagai pedoman sebagaimana berikut ini :
1.
Menentukan tujuan tujuan pembelajaran
2.
Menentukan meteri pembelajaran
3.
Mengidentifikasi kemempuan awal ( entry behaviour ) peserta
didik
4.
Mengidentifikasi Topik / Tema / Kompetensi dasar yang
memungkinkan peserta didik secara aktif melibatkan diri atau mengalami proses
belajar
5.
Merancang kegiatan,tugas, dan fasilitas belajar seperti
lingkungan dan media pembelajaran
6.
Membimbing peserta didik belajar secara aktif
7.
Membimbing peserta didik memahami hakikat makna dari pengalaman
belajarnya
8.
Membimbing peserta didik membuat konseptualisasi pengalaman
belajarnya
9.
Membimbing peserta didik mengaplikasikan konsep konsep baru ke
situasi nyata
10.
Mengevaluasi proses dan hasil belajar
11.
Melakukan refleksi terhadap semua kegiatan pembelajaran
IV.SIMPULAN
Teori humanistik mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran. Semua komponen pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Seseorang akan mampu belajar dengan baik jika mempunyai pengertian/ pemahaman tentang dirinya.
Teori humanistik mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran. Semua komponen pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Seseorang akan mampu belajar dengan baik jika mempunyai pengertian/ pemahaman tentang dirinya.
Teori humanistik sangat membantu para pendidik dalam memahami
arah belajar. Pendidik harus memperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik
dalam mengaktualisasikan diri. Pengalaman emosional, dan karakteristik individu
harus dipehatikan dalam rangka perencanaan pembelajaran.
Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi peserta didik,
perlu inisiatif dan keterlibatan penuh dari peserta didik sendiri.
Daftar
Pustaka
1. Budiningsih, C .Asri.( 2005 ).Belajar
dan Pembelajaran.PT RINEKA CIPTA
Jakarta.
2. Dimyati,dan Drs. Mudjiono.( 1999
).Belajar dan Pembelajaran.PT RINEKA
CIPTA Jakarta.
3. Slameto .( 2003 ).Belajar dan Faktor
Faktor yang Mempengaruhinya.PT RINEKA
CIPTA Jakarta.
4. Sanjaya,Wina. ( 2008 ).Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.PT RINEKA CIPTA Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar